4

Jamil dan Sendok Kopi

Published at 10:38 PM in

             Pagi itu saya sedang menunggu kopi cangkir yang sedang dibuatkan oleh istri. Jamil anak saya yang berumur 2 tahun berada dipangkuan sambil beberapa waktu bercanda. Tidak beberapa lama kopi cangkir favorit sudah terhidang dimeja tamu lengkap dengan sendok kecil disampingnya. Ketika saya bersiap mengaduknya terdengar suara Jamil, “Abi, ame aja Bi!”. Jamil berusaha meminta sendok itu dari tangan saya. “Ya udah, Jamil yang aduk, pelan-pelan ya!”, saya memberikan sendok tersebut dan memperhatikan tingkah Jamil. “Tuh, kan ame bisa Bi!”, jamil mengaduknya dengan berceloteh lucu. Tapi saya menegurnya, karena ternyata caranya mengaduk salah, yaitu dengan menggunakan bagian gagang sendok justru dibagian bawah. Jadi Jamil mengaduk kopi dengan posisi sendok terbalik. Tapi yang menjadi aneh adalah setiap saya berusaha membalik sendok tersebut, Jamil selalu berusaha membaliknya dengan berkata,”Jangan Bi!”. Akhirnya saya membiarkan kejadian itu berlalu dengan heran, ada apa dibalik kejadian tersebut.
Jamil dan saya waktu
ke Bromo
Di hari yang lain saya dapati Jamil sedang berada di gendongan Neneknya yang saat itu sedang membuatkannya susu botol. Pada saat itulah akhirnya saya tahu dari mana anak saya belajar mengaduk sendok dengan posisi terbalik. Ternyata neneknya yang setiap hari mengasuhnya, selalu mengaduk susu botol dengan posisi sendok  terbalik. Padahal Neneknya membalik sendok karena mulut botol yang terlalu kecil dibandingkan ukuran kepala sendok. Tapi karena Jamil selalu melihat fenomena itu setiap hari, maka dia menganggap bahwa mengaduk dengan posisi sendok terbaliklah yang benar.
Ilustrasi ini adalah kejadian nyata yang seharusnya menjadikan ibroh bagi kita sebagai orang tua. Ternyata komponen pendidikan anak yaitu keteladanan menempati posisi yang sangat penting. Saya pernah mendengar pepatah yang berbunyi, “Al Insaanu ibnu bi ‘atihi” yang artinya “Manusia adalah anak dari lingkungannya”.  Kita sebagai orang tua yang nantinya akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT, harus mulai meneliti kembali. Apakah kita sudah memastikan anak-anak mengambil teladan positif dari lingkungannya. Demikian beberapa hal yang harus kita evaluasi bersama terkait lingkungan yang akan membentuk karakter kepribadian anak kita.
1.       Keluarga atau Rumah.
Saya pernah mendapati seorang murid yang sering sekali berkata kasar terhadap temannya. Ternyata berdasarkan informasi anak itu sering melihat kedua orang tuanya yang bertengkar dihadapannya. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dalam berperilaku di hadapan anak kita. Pastikan anak selalu mendapati kita dalam kondisi yang positif. Gambaran sederhana adalah jika kita ingin anak anak kita jujur, jangan pernah kita membohongi mereka. Jika ingin anak kita sholat, maka kita harus sholat terlebih dahulu. Jika ingin anak kita bersikap lembut, kita harus selalu bersikap lembut kepadanya. Jika kita ingin anak kita tidak merokok, maka kita juga harus tidak merokok. Saya sering mengajukan pertanyaan dihadapan guru-guru SMP ketika training. Kenapa larangan merokok untuk anak-anak usia sekolah itu tidak efektif, sehingga kita temui anak-anak SMP dan SMA banyak yang sudah merokok? Jawaban sederhananya adalah mayoritas guru-guru putra adalah perokok. Evaluasi kita yang pertama, sudahkah kita menjadikan Keluarga adalah contoh positif yang bisa dijadikan panutan oleh buah hati kita?

2.       Sekolah.
Sekolah menempati posisi penting dalam masalah input keteladanan buat anak kita. Karena prosentase kuantitas interaksi anak lebih banyak dihabiskan disekolah. Mari kita evaluasi apa alasan kita dalam memilih sekolah buah hati kita. Apakah karena Drum Bandnya? Apakah karena biayanya? Apakah karena prestasi olah raganya? Apakah karena fasilitas gedungnya? Yang paling sederhana untuk dijadikan patokan dalam melihat kualitas pendidikan sebuah sekolah mari kita tengok performance guru-gurunya. Dari cara mereka berpakaian, berbicara, bersikap apakah sudah bisa dijadikan panutan buat buah hati kita. Karena melalui tangan para guru tersebutlah kita akan membentuk karakter anak kita di sekolah.

3.       Teman bermain.
Saya sedang mengamati anak-anak tetangga rumah yang sedang bermain kelereng. Tiba-tiba saya mendengar ada anak yang selalu berkata kotor ketika kelereng miliknya meleset tidak berhasil mengenai kelereng lawannya. Ketika kejadian itu berulang maka sesering itu pula kata-kata kotor itu meluncur dari mulut mungil mereka. Akhirnya saya mendekatinya dan berusaha menasehati. Lalu saya bertanya dari mana mereka belajar kata-kata kotor tersebut? Mereka menyebutkan nama-nama tetangga yang relatif beranjak remaja yang memang setiap hari berinteraksi dengan mereka. Bagaimana jika tidak hanya kata-kata, mungkin sikap yang buruk, seperti pacaran, mencuri, premanisme dan hal negatif yang saya merasa ngeri membayangkannya. Sudahkah kita memberi pengertian kepada buah hati kita tentang pentingnya memilih teman yang baik? Sudahkah kita mengenal siapa teman bermain anak-anak kita?

4.       Hiburan.
Setelah aktifitas anak-anak kita yang padat di sekolah memang wajar dan sebuah keharusan bagi buah hati kita untuk bermain. Permaianan anak jaman sekarang sangat berbeda dengan permaianan kita jaman dahulu. Mereka sudah tidak lagi tertarik untuk Petak Umpet, Betengan, Engkling, Dakon, Gobak Sodor, Jamuran dan permainan tradisional lainnya. Kalaupun mereka memainkannya maka ketertarikan mereka terkalahkan dengan Play Station, Internet Browsing, Video Games, Mobil Remote Control dan lainnya. Kalau buah hati kita termasuk pecandu permainan modern, pernahkah kita tengok apa saja input yang didapatkan mereka dari permainan canggih itu?  Tahukah kita jika di dalam game PS dengan mudah kita akan melihat konten kekerasan dan pornografi di dalamnya? Tahukah kita jika hanya dengan mengetik satu atau dua huruf dalam search engine seperti Google mereka dengan mudah akan dituntun untuk mengakses situs-situs porno?
Yang perlu kita evaluasi sekarang adalah sudahkah kita membatasi dengan bijak permainan anak kita? Sudahkah kita mendampingi anak kita ketika akan mengakses Internet yang merupakan jendela informasi sekaligus jendela pornografi?
Robbanaa hablanaa  min azwaajinaa wa min dzurriyyatina qurrota a’yun, waj ‘alnaa lil muttaqiina imaaman, amiin. Semoga do’a kita sepanjang malam untuk kesholehan putra putri kita bisa dikabulkan oleh Allah SWT seiring dengan ikhtiar kita dalam menjaga mereka. Wallahu a’lam bishshowab. (AH)

Spread The Love, Share Our Article

Related Posts

Post Details

4 Response to Jamil dan Sendok Kopi

February 10, 2011 at 5:51 AM

mantab ustad ! memang beda kapasitas tulisa dari seorang sekda ha...............
harusnya banyak dibaca ni oleh para orang tua dan guru.

berarti kalau saya nakal memang bukan salah saya ya tad, ni gara2 orangtua, guru, dan teman-teman saya. he.......

February 10, 2011 at 2:39 PM

Jazakallah comment nya,.....
semoga dakwah ini dimenangkan....jadi antum bs jadi sekda beneran..... amin

February 10, 2011 at 5:56 PM

yang ini juga ane share lwt fb ya? biar bisa jd pelajaran buat temen-temen ane...jzklh khoir sebelumnya

February 10, 2011 at 6:27 PM

ga papa akhi biar jadi multilevel pahala....

Post a Comment